Tujuan Pendidikan Kita

Idealisme pendidikan sering hanya diatas kertas. Kita buat input output, RPP, tetapi hanya sebagai fungsi administratif. Segalanya diukur menurut secara kuantitatif. Kualitatif dalam sistem raport yang melengkapi nilai kuantitatif, terlihat hanya formalitas yang bisa ditemplatekan dengan excel.

Sistem ini kemudian memerangkap seorang pendidik yang sudah setengah kelelahan, terjebak dalam rutinitasnya sebagai seorang pengajar.

Saya mengajak untuk merenungkan kembali tujuan pendidikan kita, sukses dunia akhirat, dan langkah efektif untuk menggapainya.

Pendidikan di Indonesia masih sebatas seperti mengajari bagaimana membikin mobil, tapi bukan sistem transportasi.

Saya teringat pada suatu masa, yang ngaji itu hanya seminggu sekali. Secara capaian kuantitatif tidak bisa diandalkan namun secara kualitatif, mampu membentuk agen of change. SDIT, LAZ, Budaya, dibangun dari hasil pendidikan kualitatif itu.

Pendidikan kuantitatif itu pada akhirnya menghasilkan penyakit mental, karena tidak mampu menerima beban ilmu yang terlalu berat.

Maka sistem pendidikan harus dibangun atas kajian yang holistik, bukan asal bisa mengerjakan soal LKS.

Saya sampai sekarang sering membaca Fiqih Prioritas, sebuah kaidah pendidikan sosial yang paling membela pikiran saya. Kaidah pendidikan yang berbasis تحسين الشخصية yang berujung pada تحسين المجتمع .

Pendidikan harus membangun spirit, kesadaran, motivasi, baru kemampuan.

Pendidikan harus mampu membangun afirmasi positif, sebuah pernyataan positif yang selalu diulang secara sadar untuk membantu mengubah pola pikir negatif menjadi positif dan menguatkan keyakinan diri seseorang.

Pendidikan harus mampu menghargai kemampuan peserta didik yang berbeda-beda.

Pendidikan harus mampu membangun attitude/sikap yang baik. Berani dan bertanggung jawab.

Pendidikan harus mampu membangun kebiasaan/habit yang baik.

Pendidikan adalah thariqah, dan guru adalah seorang mursyid yang mengarahkan manusia agar menjadi orang baik, yang dekat dengan Allah SWT.
Pendidikan adalah seni, dan guru adalah seniman.
Pendidikan adalah engineering, dan guru adalah engineer yang melakukan rekayasa individu agar menjadi lebih baik.
Pendidikan adalah lembaga kesehatan guru adalah seorang dokter yang mampu menyembuhkan anak didik secara holistik.

Seorang guru harus mampu memitigasi anak didik untuk mencapai tujuan pendidikan dengan usaha dan doa sehingga peserta didik akan menjadi ulama dan atau pejuang.

Dan kaidah ini harus dipahami bukan saja oleh pendidik di sekolah namun juga oleh orang tua di rumah.

Mengirim Email via SMTP Google Workspace

Selain menggunakan GMail, SMTP Google Workspace bisa digunakan sebagai SMTP server juga. Namun menggunakan cara yang agak berbeda. yaitu dengan cara masuk ke dashboard admin https://admin.google.com  dan melakukan konfigurasi dari sana.

Dengan setting seperti ini:

Jika kamu menggunakan TLS test di https://www.gmass.co/smtp-test# dengan konfigurasi ini

Jangan lupa jika kamu menggunakan TLS gunakan port 587. jika tidak berjalan, maka silahkan menggunakan port 465 SSL.

Rajin Ngeblog Lagi

Eh, ini ngeblog, bukan ngeblok seperti ngeblok di twitter atau facebook. Memang kata blog, tidak populer seperti tahun 2010 lalu. Sekarang yang populer facebook dan tiktok.

Saya rajin ngeblog lagi gegara saya membuat “dedicated server” sendiri yang saya taruh di dalam rumah, ya, walaupun hanya pakai mesin bekas STB. Dari situ saya menjadi termotivasi untuk ngeblog lagi.

Awalnya tema-tema yang saya ambil adalah tema seputar teknologi. Catatan-catatan saya ketika melakukan aktifitas teknologi agar kalau saya mengulanginya kembali bisa saya jadikan referensi. Namun dalam perkembangannya selain catatan teknologi juga catatan tidak serius saya dalam kehidupan sehari-hari. Biarlah catatan yang lebih serius tetap di https://cakedy.penamedia.com .

Mengapa saya tetap menyukai blogging?

Pertama, blogging menyehatkan pikiran. Ini hampir saya jadikan tagline loh 🙂

Kedua, di blogging tidak ramai sehingga kita tidak disibukkan membalas komentar. Capek om membalas komentar seperti di FB. Apalagi di FB iklannya sangat tidak manusiawi lagi.

Dah, itu aja om 🙂