PDNS yang jebol itu menurut saya murni kecerobohan. Begitu mendengar PDNS jebol karena Ransomware, saya bingung. Ada 2 kata kunci waktu itu, pertama Ransomware, kedua Windows Defender.
Apa mungkin PDNS menggunakan windows untuk server? Mengingat mungkin 99% Ransomware menyerang Windows? Kedua soal Windows Defender yang menyerang server maka sudah dipastikan bahwa server berbasis windows.
Perkiraan saya, PDNS menggunakan Server Host dengan sistem operasi Windows. Lalu diatasnya diinstall VM.
Begitu kompuet host yang berbasis Windows itu terinfeksi Ransomware maka satu persatu file-file iso di VM dienskripsi oleh virus itu, tidak peduli menggunakan Linux atau Windows.
Kecerobohan itu antara lain:
Server host berbasis windows yang jelas lebih rentan terhadap serangan virus. Faktanya Virus lebih mudah menginfeksi Windows daripada Linux.
Tidak mempunyai backup, padahal yang di host disitu adalah data yang sangattttt penting.
Dan parahnya para penaggung jawab seperti lepas tangan dan Presiden gak berani memberi punishmen karena mereka para timses semua. Gombalan amoh semua ….
Iseng cari resources Laravel dan mendapatkan sebuah situs yang bagus untuk belajar Laravel: Laravel Daily. Salah satu kursus yang menarik adalah : “Laravel 11 For Beginners, Your First Project”.
Dan yang bagi saya lebih menarik lagi, kalau biasanya tutorial yang banyak saat ini berbentuk video, tutorial ini berbentuk text.
Saya lebih menyukai tutorial berbentuk text daripada bentuk video, karena untuk berpindah dari satu bagian ke bagian lain tinggal scrool. Dan kita bisa bolak baik dari bagian satu ke bagian lain lebih cepat dan ringan.
Percayalah, bahwa cara terbaik belajar bahasa pemrograman adalah dengan mengerjakan project. Dan kalau pemrograman itu adalah pemrograman sistem informasi, maka membuat blog sudah memberikan gambaran awal tentang sistem informasi, dimana disitu ada user, login, konten, dan interaksi antar modul-modul itu.
Ini adalah ada project membuat blog dengan Laravel 11, versi laravel yang dianggap paling ramping dengan Livewire untuk otomasi interaksi ke database.
Yuk kita praktikkan:
Dan skrip hasil projectnya bisa kamu lihat di Github.
Kita bisa melakukan instalasi Armbian – atau linux yang lain juga bisa sih 🙂 – dari sebuah file instalasi berbentuk iso. Nah kebalikannya kita bisa juga melakukan backup dari system yang sudah ada menjadi iso.
Ini sangat menguntungkan ketika kita ingin membangun sistem Linux dimana dengan utility atau aplikasi yang kita tambahkan di dalamnya. Kita menyimpannya dalam file iso. Nanti jika kita membutuhkannya kita tinggal menginstall Linux menggunakan iso tersebut.
Dalam kasus STB-Armbian, kita bisa melakukan langkah sbb:
Install armbian
Install aplikasi-aplikasi yang dibutuhkan. Mungkin nginx, php, mysql, samba atau lainnya
Cabut SDCard, dan jadikan file iso.
Di Windows kita bisa meminta bantuan PowerISO untuk mengambil semua data dalam SDCard ke iso.
Video dibawah ini mungkin bisa menjelaskan maksud saya.
Biasanya saya emlakukan instalasi Armbian di STB menggunakan disk SDCard. Pernah juga di MMC. Namun nampaknya selain menggunakan media diatas, bisa juga diinstall via SSD.
Caranya hampir sama dengan instalasi ke SDCard.
Nah pertanyaannya apakah jika armbian diinstall di SSD performanya jauh lebih kenceng? Ini yang jadi pertanyaan penting yang akan kita analisis.
SDCard VS SSD
SD Card dan SSD adalah dua jenis penyimpanan data dengan kegunaan, kecepatan baca tulis, dan keawetan yang berbeda.
SD Card:
Kegunaan: Ideal untuk perangkat portabel seperti kamera digital, smartphone, dan tablet. Digunakan untuk menyimpan foto, video, dan dokumen sederhana.
Kecepatan Baca/Tulis: Kartu SD kelas tinggi mencapai kecepatan baca hingga 300 MB/s, tetapi umumnya memiliki kecepatan tulis minimal 10 MB/s.
Keawetan: Memiliki siklus tulis/hapus terbatas, kurang andal untuk tugas berat dan penulisan data yang intensif.
SSD:
Kegunaan: Digunakan sebagai penyimpanan utama di komputer dan laptop, serta di server dan workstation untuk menjalankan aplikasi berat.
Kecepatan Baca/Tulis: SSD SATA memiliki kecepatan sekitar 500-550 MB/s, sedangkan SSD NVMe bisa mencapai lebih dari 3000 MB/s.
Keawetan: Memiliki siklus tulis/hapus yang lebih tinggi dan tahan lama, cocok untuk aplikasi yang memerlukan keandalan tinggi dan penulisan data yang intensif.
Secara keseluruhan, SD Card cocok untuk penggunaan portabel dan sederhana, sementara SSD unggul dalam kecepatan dan keawetan untuk tugas berat.
Transfer USB
Ok, isu kedua adalah apabila kita menggunakan SSD, kita terkendala dengan koneksi antara STB ke USB masih menggunakan USB 2.0. Jadi walaupun SSDnya cepet namun aliran data yang meelwati USB 2.0 menjadi bottleneck .
USB 2.0: Diperkenalkan pada tahun 2000, memiliki kecepatan transfer maksimal teoritis sebesar 480 Mbps (megabit per detik). Dalam penggunaan nyata, kecepatan ini sering kali lebih rendah karena faktor-faktor seperti efisiensi perangkat dan panjang kabel.
Mungkin kalau STB mendukung USB 3 akan lain ceritanya.
USB 3.0: Diperkenalkan pada tahun 2008, meningkatkan kecepatan transfer maksimal teoritis hingga 5 Gbps (gigabit per detik), yang sepuluh kali lebih cepat dari USB 2.0. Kecepatan ini memungkinkan transfer data yang jauh lebih cepat, seperti memindahkan video HD dalam hitungan detik.
Ok, kita menunggu STB dengan processor ARM, memori 4GB, dan mendukung USB 3. Mengapa STB? karena bekasnya Muuurah 🙂 (CE-OAI)