Uptime Kuma

Tadi malam  sampai pagi internet mati. Saya ingin complain ke ISP, namun agak sulit saya membuktikan bahwa internet mati sudah sejak tengah malam.

Saya memang pernah menggunakan layanan Uptime Robot. Namun statusnya “No Response Time data” . Saya nggak ngerti apa.

Akhirnya ketemu aplikasi simpel yang mirip dengan Uptime Robot, namanya Uptime Kuma.

Agak pesimis ketika tahu bahwa aplikasi ini berbasis nodejs, pasti agak repot installnya, namun ketika ada versi dockernya saya menjadi semangat.  Tinggal copas perintahnya, dan sekali enter sudah jalan.

sudo docker run -d --restart=always -p 3001:3001 -v uptime-kuma:/app/data --name uptime-kuma louislam/uptime-kuma:1

Dah akses lewat IP contohnya http://10.20.32.2:3001 . Tapi jangan lupa kalau kamu pakai firewall, buka dulu  port 3001 nya.

Kedepan akan saya gunakan untuk memonitoring situs-situs saya, walaupun kelemahannya, kalau listrik di rumah mati, “monitoring kuma” nya yang mati.

Idealnya ditaruh di VPS yang pasti uptimenya bagus, namun VPS punya saya sudah saya shutdown  karena  hanya menambah pengeluaran dan belum terbukti mendatangkan penghasilan hahaha…

Komputasi Jaringan

Beberapa waktu ini saya diajak diskusi kawan saya yang kuliah di S2 tentang mata kuliah komputasi jaringan. Atau, secara teknis kalau saya mengatakan “Arsitektur komputasi jaringan berbasis message broker dan queue”.

Saya sebenarnya tidak mengerti juga, tapi karena kawan saya juga sama-sama masih baru kenal dengan teknologi ini, jadi mengajak belajar bersama. Mungkin dianggapnya saya menguasai beberapa bagian dari teknologi yang ada di dalam kuliah itu.

Teknologi yang ada di mata kuliah itu adalah:

  • Message broker:  Redis, MQTT, RabbitMQ, Apache Kafka. Hanya Apache Kafka yang belum saya coba
  • Virtualisasi: Docker
  • Queue: Celery
  • Python: Celery, FastAPI
  • APP : PostMan

Kita belajar dari Youtube, ChatGPT, Google, hingga mengerti bagaimana sistem itu bekerja. Saya merasa dapat manfaat karena mendapat ilmu S2 tanpa harus kuliah hehehe

Selanjutnya »

SSD yang Membuat Khawatir dan Setting OBS

Sejak kemarin, komputer saya rasanya tidak nyaman. Sering hang. Mengapa begitu, saya kurang paham. Mungkin SSDnya sudah lampu kuning.

SSD ini adalah SSD Gatcha kata kawan-kawan teknisi. SSD Murah. Masak 250GB hanya 200 ribu. Padahal lainnya 500 ribu ke atas. Bagi yang low budget seperti saya, ya cukup membantulah. Karena dengan SSD kita akan mendapatkan performa yang berlipat-lipat. Dalam catatan Shopee barang itu saya beli bulan April 2023. Sudah 1,5 tahun-lah.

Tapi menggunakan SSD murah terus terang ngeri-ngeri sedap. Apalagi  kalau sudah berumur lebih dari setahun dan health sudah 95%. Saya pernah, habis healty 95% langsung ngedrop.

Btw, akhirnya saya membackup beberapa folder yang saya anggap penting di HDD.

Sebenarnya bagi pengguna komputer low budget, gunakan SSD hanya untuk sistem saja. Semua data taruh di HDD. Efektifnya dalam satu komputer harus ada SSD dan HDD. HDD memang tidak sekenceng SSD. HDD tidak ada batasan maksimum read writenya.

Sebenarnya ganti SSD itu gak masalah, yang males, setup-setup ulangnya.  Sebenarnya bisa saja di clone, namun clone 100GB drive C itu ampun. Mending install baru, sekalian biar fresh.

OBS

Memang akhir-akhir ini saya menggunakan OBS, software perekam gambar untuk kepentingan ngevlog di Youtube, namun saya menyimpan filenya di HDD bukan di SSD.

Untuk jaga-jaga agar saya tidak lupa jika harus mensetting ulang saya catat settingnya disini.

Sedangkan untuk mengganti background hijau dengan gambar lain, saya menggunakan Filter Chrome Key.

FrankenPHP : The Modern PHP App Server, written in Go

Ini adalah mainan baru dalam dunia PHP. Setelah PHP dibully habis habisan karena isu performa yang lambat, maka muncul teknologi baru dunia PHP. FrankenPHP.

FrankenPHP diketik dalam bahasan golang dan dipaket dalam satu file executable. Didalamnya sdh ada webserver Caddy dan tentu saja PHP.  Ini yg membuat kekencangannya berlipat-lipat.

Saya mencoba melakukan instalasi di server arm dengan mudah.

Selanjutnya »

Membuat Variabel Dinamis Pada Dokumen Word (docx)

Adalah hal menyebalkan ketika kita diminta membuat dokumen kenaikan pangkat/jenjang dalam organisasi. Karena jamannya online,  kita diminta mengedit dokumen docx dan menyerahkan ke pimpinan. Online yang setengah-setengah :). Kalau online beneran ya pakai databaselah, bukan nyerahin file docx 🙂

Bayangkan jika satu orang harus melampirkan 2 dokumen saja,  30 orang sudah 60 dokumen, Membuka 60 file word satu-satu maaaaak. Ampuuun….

Apalagi kalau harus ada yang diupdate di semua dokumen karena ada format dokumen yang salah, ada yang harus diedit. Buka – edit – simpan 60 dokumen. Ampuuun Caaaak.

Kadang tidak sampai disitu, data harus direkap dalam bentuk tabel spreadsheet. Buka satu-satu copas … hadooh…

Sampai disitu ada instruksi nama file harus urut abjat nama orang. Ngiiing ….

Lebih enak bahwa semua data itu kita masukkan database atau Google Sheet yang diisi melalui Google Form. Lalu kita membuat template word. Dan terakhir kita sambungkan data dengan template word  menggunakan skrip.

Selanjutnya »